Sunday, May 5, 2013

Bank Syariah dan Bank Konvensional

Diposkan oleh KADRY BONJOLY di 4:28 AM

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perkembangan perbankan Islam merupakan fenomena yang menarik kalangan akademisi maupun praktisi dalam 20 tahun terakhir. Tak kurang IMF juga telah melakukan kajiankajian atas praktek perbankan Islam sebagai alternatif sistem keuangan internasional yang memberikan peluang upaya penyempurnaan sistem keuangan internasional yang belakangan dirasakan banyak sekali mengalami goncangan dan ketidakstabilan yang menyebabkan krisis dan keterpurukan ekonomi akibat lebih dominannya sektor financial dibanding sektor riil dalam hubungan perekonomian dunia.
Beberapa kajian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan perdagangan uang dan derivasinya tumbuh kurang lebih 800 kali lipat dibanding laju pertumbuhan sektor riil dan semakin tidak terintegrasinya kegiatan sektor riil dengan sektor moneter sehingga timbul berbagai distorsi dalam mengakselerasi pembangunan ekonomi dunia karena pengaruh yang sangat kuat dari perilaku ekonomi yang spekulatif dan tidak berbasis pada kondisi riil potensi ekonomi yang ada.
Tidak lama sebelum terjadinya krisis mata uang di Asia khususnya Asia Tenggara, kawasan ini masih dinilai sebagai kawasan yang mempunyai iaju pertumbuhan ekonomi yang menakjubkan oleh sebagian besar pakar dan lembaga keuangan internasional namun sebenarnya telah ada pula yang mengingatkan bahwa pertumbuhan tersebut lebih bersifat semu seperti gelembung sabun atau balon karena tidak mencerminkan fundamental ekonomi yang kuat, yang tidak lain adalah kekuatan riil ekonomi dengan tingkat produktifitas yang tinggi dan efisiensi ekonomi yang optimal.
Meskipun tidak semua mengakui secara terus terang tetapi disadari sepenuhnya bahwa sistem ekonomi yang berbasis kapitalis dan interest base serta menempatkan uangsebagai komoditi yang diperdagangkan bahkan secara besar-besaran ternyata memberikan implikasi yang serius terhadap kerusakan hubungan ekonomi yang adil dan produktif.
Dalam makalah ini penulis menjelaskan bank syariah dan bank konvensional. Baik itu prinsip-prinsipnya, kedudukannya, dan pola operasionalnya.

B.     Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip operasional bank syariah dan bank konvensional
2.      Untuk mengetahui kedudukan bunga bank dalam Islam
3.      Untuk mengetahui pola operasional bank syariah

























BAB II
PEMBAHASAN
  1. Prinsip-prinsip Bank Syariah dan Bank Kovensional
  1. Prinsip- prinsip Bank Syariah
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang memiliki misi dan metodologi yang ekslusif, misi yang bukan sekedar ada pada jumlah nominal investasi tapi juga mencakup pada jenis, objek dan tujuannya itu sendiri.[1]
 Prinsip-prinsip dasar sistem ekonomi Islam akan menjadi dasar beroperasinya bank Islam yaitu yang paling menonjol adalah tidak mengenal konsep bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan komersial Islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi adalah kemitraan / kerjasama(mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang peminjaman uang hanya dimungkinkan.[2]
Prinsip-Prinsip dasar Bank Syariah adalah:
a)      Prinsip Titipan atau Simpanan (Depository/ al-wadiah)
Prinsipnya adalah pihak yang menerima tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan teteapi harus benar-benar menjaganya dan dikembalikan kapan saja si penitip mengehendaki.
b)      Prinsip Bagi Hasil (Profil Sharing)
1.      Al-Musyarakah
Adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/ expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
2.      Al- Mudharabah
Akad kerja sama usaha antara dua pihak dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan  apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.
3.      Al- Muzara’ah
 Kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan  lahan pertanian kepada sipenggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan begian tertentu (persentase) dari hasil panen. Dalam konteks ini lembaga keuangan Islam dapat memberikan pembiayaan bagi nasabah  yang bergerak dalam bidang plantation atas dasar prinsip bagi hasil dari hasil panen.
4.      Al- Musabaqah
Sipenggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, sipenggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
c)      Jual Beli (Sale and Purchase)
1.      Bai ‘al-Murabahah
Adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Jual beli secara Al- Murabahah  hanya untuk barang atau produk yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak. Bila produk tersebut tidak dimiliki penjual, system yang digunakan adalah murabahah kepada pemesanan pembelian.
Bai ‘al murabahah memberikan banyak manfaat kepada bank syariah salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah.
2.      Bai’ As-Salam
Pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Dimana modal harus diketahui, penerimaan pembayaran salam, Al-Muslam Fiihi ( barang yang ditransaksikan). Manfaatnya adalah selisih harga yang didapat dari nasabah dengan harga jual kepada pembeli.
3.      Bai’ Al-Istishna’
Kontark penjualan antara pembeli dan pembuat barang.dalam kontak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang harus berusaha melalui orang lain untuk membuat atau mebeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak sepakat dalam pembayaran dilakukan dimuka melalui cicilan, atau tangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.
Dalam hal ini bank islam sebagai pembuat pada kontak pertama tetap merupakan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kewajibannya, penerima subkontrak pembuatan pada istishna’ bertanggung jawab terhadap bank islam sebagai pemesanan, bank sebagai shani’ atau pihak yang siap untuk membuat atau mengadakan barang, bertanggung jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan subkontraktor dan jaminan yang timbul darinya.
d)     Sewa (perational lease and financial)
1.      Al-Ijarah
Akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
2.      Al- Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik
Sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa.
e)      Jasa
1.      Al-wakalah
Pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal yang diwakilkan. Islam mensyariatkan al-wakalah karena manusia membutuhkannya.
2.      Al-Kafalah
Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
3.      Al-Hawalah
Penggalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
4.      Ar-Rahn
Menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas jaminan yang diterimanya.
5.      el-Qardh
Pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.[3]
  1. Prinsip- Prinsip Bank Kovensioanal
Pada bank konvensional, prinsip yang digunakan adalah:
  1.  Bunga sudah ditentukan besarnya terlebih dahulu oleh bank tanpa
       memperhitungkan apakah bank sedang mendapatkan keuntungan atau
       tidak.
  2.  Besarnya bunga adalah tetap, baik bank sedang rugi atau laba.
  Walaupun ekonomi sedang baik dan bank sedang mendapatkan banyak laba,    akan tetapi tetap bunga yang diberikan kepada nasabah tidak bertambah.[4]
  1. Kedudukan bunga bank dalam Islam
Mayoritas ulama mengatakan bahwa bunga bank adalah riba dan hukumnya haram. Dan sebagian yang lain mengatakan bahwa bunga bank adalah bukan riba, maka hukumnyapun tidak haram.
Mayoritas ulama berargumentasi bahwa bunga bank tidak berbeda dengan riba hanya dalam bentuk dan tekhnis operasionalnya saja (dalil-dalilnya sama dengan apa yang diungkapkan oleh MUI).
Adapun sebagian ulama yang mengatakan bahwa bunga bank bukan merupakan riba berargumentasi dengan dalil-dalil secara globalnya sebagai berikut:
1.      Bahwa bunga bank sifatnya fluktuatif dan ditentukan berdasarkan keuntungan yang diperoleh secara standar dari neraca ekonomi sebuah negara.
Jadi bunga bank adalah sama dengan keuntungan dari sebuah perusahaan yang membagikan keuntungan yang diperolehnya.
Pendapat tersebut jelas sekali tidak sesuai dengan realitanya, karena bunga bank ditentukan bukan berdasarkan keuntungan standar yang dihasilkan oleh ekonomi negara tapi ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya adalah tingkat inflasi, cadangan devisa negara, strategi ekonomi, pertumbuhan ekonomi suatu negara dan lainnya.
2.      Bahwa bank adalah sebuah lembaga investasi yang mana mereka menginvestasikan dana nasabahnya dalam bentuk-bentuk investasi yang menguntungkan.
 Jadi fungsi bank dalam hal ini adalah sebagai mudharib (pengelola dana untuk di investasikan) dan bukan sebagai broker atau mediator yang meminjamkan lagi dana nasabahnya kepada pihak ketiga dengan sistem bunga. Bila fungsi bank sebagai mudharib/ patner of share maka hal itu dibolehkan dalam fiqh Islam.
Melihat realita, fungsi bank lebih dominan kepada mediator untuk meminjam kembali uang nasabahnya kepada pihak ketiga dengan rate bunganya lebih tinggi dibandingkan yang diberikan kepada nasabahnya.
Dari uraian singkat di atas. Jelaslah bahwa bunga bank dalam berbagai bentuknya baik rekening biasa, rekening berjangka, rekening deposito dan instrument-instrument lainnya yang menggunakan bunga adalah haram.[5]
Untuk menentukan status hukum bermuamalah yang baik, masih banyak terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama , di. antaranya:
a)         Abu Zahrah, guru besar pada Fakultas Hukum Universitas Kairo, Abu A’la al-Maududi di Pakistan, Muhammad Abdullah al-’Arabi dan Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa bunga bank itu (riba nasiah) dilarang oleh Islam oleh sebab itu urnmat Islam tidak boleh bermuamalah dengan bank yang memakai sistem bunga kecuali dalam keadaan darurat (terpaksa). Di antara ulama tersebut, Yusuf Qardhawi tidak mengenal istilah “darurat atau terpaksa” tetapi secara mutlak beliau menghararnkan.
b)        Mustafa Ahmad az-Zagra, guru besar hukum Islam dan hukum perdata Universitas Syariah di Damaskus mengernukakan, bahwa riba yang dihararnkan sepeiti riba yang berlaku pada masyarakat jahiliah, yang menipakan pemerasan terhadap orang yang lemah (miskin), yang bersifat konsurntif. Berbeda dengan yang bersifat produktif, tidak termasuk haram.
c)          A. Hasan (Persatuan Islam) berpendapat bahwa bunga bank (rente), seperti yang berlaku di Indonesia, bukan riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda sebagaimana yang dimaksud oleh firman Allah dalam surat Ali lmran: 130.
d)        Majelis Tafjih Muhammadiah dalam muktamaroya di Sidoarjo 1968 memutuskan bahwa bunga bank yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya atau sebaliknya, termasuk syubhat atau mutasyabihat, artinya belum jelas halal haramnya. Sesuai dengan petunjuk Hadis Rasulullah kita harus berhati-hati dalam menghadapi hal-hal yang masih syubhat itu. Dengan demikian kita boleh bermuamalah dengan bank apabila dalam keadaan terpaksa saja.[6]
  1. Pola Operasional Bank Syariah
  1. Produk
Bank syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja sama atas dasar kemitraan, seperti prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah), dan prinsip sewa (ijarah). Sedangkan pada Bank konvensional terdapat deposito, pinjaman uang tunai berbunga, dll.
  1. Tujuan
Prinsip laba bagi Bank syariah bukan satu-satunya tujuan karena Bank syariah mengupayakan bagaimana memanfaatkan sumber dana yang ada untuk membangun kesejahteraan masyarakat (lagi pula, Bank syariah bekerja di bawah pengawasan dewan pengawas syariah sesuai dengan Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34 Bab V Pasal 19, dan 20).
Demi terciptanya kesejahteraan masyarakat di Indonesia, maka melalui UU No.7/1992 yang hanya mengatur secara sepintas mengenai jenis dan usaha Bank, UU No.10/1998 telah memfasilitasi peraturan bank syariah, namun belum mengatur ketentuan perbankan syariah pada pasal-pasal khusus. Pada UU tesebut ketentuan bank syariah baru diatur sebatas mendefinisikan pembiayaan
Berdasarkan prinsip syariah dan jenis-jenis prinsip syariah yang digunakan pada perbankan. UU tersebut juga mengubah masing-masing satu ayat pada pasal 6 dan 7 yang mengatur tentang bagi hasil . Selain itu, sebagai payung hukum berdirinya Bank syariah adalah UU Perbankan Syariah dalam pasal 55 diatur:
a)        Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkup peradilan agama.
b)        Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan akad. Dalam penjelasan pasal 55 tsb dijelaskan bahwa yg dimaksud dengan 'penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan akad adalah upaya sbb:
a.         Musyawarah.
b.         Mediasi
c.         Melalui basyarnas (badan syariah Nasional)
d.        Melalui pengadilan dalam lingkup peradilan agama.
                        Perbankan Syariah Dan UU Terkait ;
1. UU No. 7/1992 & No. 10/ 1998 Tentang Perbankan
2. UU No. 23/ 1999 Tentang Bank Indonesia
3. UU No. 24/ 2004 Tentang Lembaga Penjamin
4. UU No. 3/ 2006 Tentang Perseorangan Terbatas
5. UU No. 40/ 2007 Tentang Perseroan Terbatas
6 .UU No. 38/ 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
7. UU No. 19/ 2008 Tentang SBSN
8 .UU & PP Perpajakan, Pertanahan, Pembiayaan dll
9. UU Perbankan Syariah.
  1. Kewajiban Mengelola Zakat
Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada Bank syariah untuk penggunaan dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah).[7]





















BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang memiliki misi dan metodologi yang ekslusif, misi yang bukan sekedar ada pada jumlah nominal investasi tapi juga mencakup pada jenis, objek dan tujuannya itu sendiri.
Prinsip-Prinsip dasar Bank Syariah adalah:
a)      Prinsip Titipan atau Simpanan (Depository/ al-wadiah)
b)      Prinsip Bagi Hasil (Profil Sharing)
c)      Jual Beli (Sale and Purchase)
d)     Sewa (perational lease and financial)
e)      Jasa
Pada bank konvensional, prinsip yang digunakan adalah:
  1.  Bunga sudah ditentukan besarnya terlebih dahulu oleh bank tanpa
       memperhitungkan apakah bank sedang mendapatkan keuntungan atau
       tidak.
  2.  Besarnya bunga adalah tetap, baik bank sedang rugi atau laba.
  Walaupun ekonomi sedang baik dan bank sedang mendapatkan banyak laba,    akan tetapi tetap bunga yang diberikan kepada nasabah tidak bertambah

B.       Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih terdapat kekurangan-kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca agar tulisan ini dapat disempurnakan.










0 komentar:

 

Kadri Bonjoly's Blog Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos