BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan
perbankan Islam merupakan fenomena yang menarik kalangan akademisi maupun
praktisi dalam 20 tahun terakhir. Tak kurang IMF juga telah melakukan
kajiankajian atas praktek perbankan Islam sebagai
alternatif sistem keuangan internasional yang memberikan peluang
upaya penyempurnaan sistem keuangan internasional yang belakangan
dirasakan banyak sekali mengalami goncangan dan ketidakstabilan yang menyebabkan
krisis dan keterpurukan ekonomi akibat lebih dominannya sektor financial dibanding
sektor riil dalam hubungan perekonomian dunia.
Beberapa
kajian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan perdagangan uang dan derivasinya
tumbuh kurang lebih 800 kali lipat dibanding laju pertumbuhan sektor riil dan semakin
tidak terintegrasinya kegiatan sektor riil dengan sektor moneter sehingga
timbul berbagai distorsi dalam mengakselerasi pembangunan ekonomi
dunia karena pengaruh yang sangat kuat dari perilaku ekonomi yang spekulatif dan
tidak berbasis pada kondisi riil potensi ekonomi yang ada.
Tidak
lama sebelum terjadinya krisis mata uang di Asia khususnya Asia Tenggara, kawasan
ini masih dinilai sebagai kawasan yang mempunyai iaju pertumbuhan ekonomi yang
menakjubkan oleh sebagian besar pakar dan lembaga keuangan internasional namun
sebenarnya telah ada pula yang mengingatkan bahwa pertumbuhan tersebut lebih bersifat
semu seperti gelembung sabun atau balon karena tidak mencerminkan fundamental
ekonomi yang kuat, yang tidak lain adalah kekuatan riil ekonomi dengan tingkat
produktifitas yang tinggi dan efisiensi ekonomi yang optimal.
Meskipun
tidak semua mengakui secara terus terang tetapi disadari sepenuhnya bahwa sistem
ekonomi yang berbasis kapitalis dan interest base serta menempatkan uangsebagai
komoditi yang diperdagangkan bahkan secara besar-besaran ternyata memberikan
implikasi yang serius terhadap kerusakan hubungan ekonomi yang adil dan produktif.
Dalam makalah ini penulis menjelaskan
bank syariah dan bank konvensional. Baik itu prinsip-prinsipnya, kedudukannya,
dan pola operasionalnya.
B. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan
makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui
prinsip-prinsip operasional bank syariah dan bank konvensional
2.
Untuk mengetahui
kedudukan bunga bank dalam Islam
3.
Untuk mengetahui pola
operasional bank syariah
BAB II
PEMBAHASAN
- Prinsip-prinsip Bank Syariah dan Bank Kovensional
- Prinsip- prinsip Bank Syariah
Bank
syariah adalah lembaga keuangan
yang memiliki misi dan metodologi yang ekslusif, misi yang bukan sekedar ada
pada jumlah nominal investasi tapi juga mencakup pada jenis, objek dan
tujuannya itu sendiri.[1]
Prinsip-prinsip
dasar sistem ekonomi Islam akan menjadi dasar beroperasinya bank Islam yaitu
yang paling menonjol adalah tidak mengenal konsep bunga uang dan yang tidak
kalah pentingnya adalah untuk tujuan komersial Islam tidak mengenal peminjaman
uang tetapi adalah kemitraan / kerjasama(mudharabah dan musyarakah) dengan
prinsip bagi hasil, sedang peminjaman uang hanya dimungkinkan.[2]
Prinsip-Prinsip dasar Bank Syariah adalah:
a)
Prinsip
Titipan atau Simpanan (Depository/ al-wadiah)
Prinsipnya
adalah pihak yang menerima tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau
barang yang dititipkan teteapi harus benar-benar menjaganya dan dikembalikan
kapan saja si penitip mengehendaki.
b)
Prinsip
Bagi Hasil (Profil Sharing)
1.
Al-Musyarakah
Adalah
akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/ expertise) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
2.
Al-
Mudharabah
Akad
kerja sama usaha antara dua pihak dua pihak dimana pihak pertama menyediakan
seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan
usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si
pengelola.
3.
Al-
Muzara’ah
Kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik
lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada sipenggarap untuk
ditanami dan dipelihara dengan imbalan begian tertentu (persentase) dari hasil
panen. Dalam konteks ini lembaga keuangan Islam dapat memberikan pembiayaan
bagi nasabah yang bergerak dalam bidang plantation
atas dasar prinsip bagi hasil dari hasil panen.
4.
Al-
Musabaqah
Sipenggarap
hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan,
sipenggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
c)
Jual
Beli (Sale and Purchase)
1.
Bai
‘al-Murabahah
Adalah
jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
Jual beli secara Al- Murabahah hanya
untuk barang atau produk yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada
waktu negosiasi dan berkontrak. Bila produk tersebut tidak dimiliki penjual,
system yang digunakan adalah murabahah kepada pemesanan pembelian.
Bai
‘al murabahah memberikan banyak manfaat kepada bank syariah salah satunya
adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual
dengan harga jual kepada nasabah.
2.
Bai’
As-Salam
Pembelian
barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.
Dimana modal harus diketahui, penerimaan pembayaran salam, Al-Muslam Fiihi (
barang yang ditransaksikan). Manfaatnya adalah selisih harga yang didapat dari
nasabah dengan harga jual kepada pembeli.
3.
Bai’
Al-Istishna’
Kontark
penjualan antara pembeli dan pembuat barang.dalam kontak ini, pembuat barang
menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang harus berusaha melalui orang lain
untuk membuat atau mebeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan
menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak sepakat dalam pembayaran
dilakukan dimuka melalui cicilan, atau tangguhkan sampai suatu waktu pada masa
yang akan datang.
Dalam
hal ini bank islam sebagai pembuat pada kontak pertama tetap merupakan
satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kewajibannya,
penerima subkontrak pembuatan pada istishna’ bertanggung jawab terhadap bank
islam sebagai pemesanan, bank sebagai shani’ atau pihak yang siap untuk
membuat atau mengadakan barang, bertanggung jawab kepada nasabah atas kesalahan
pelaksanaan subkontraktor dan jaminan yang timbul darinya.
d)
Sewa
(perational lease and financial)
1.
Al-Ijarah
Akad
pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
2.
Al-
Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik
Sejenis
perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang
diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa.
e)
Jasa
1.
Al-wakalah
Pelimpahan
kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal yang diwakilkan. Islam
mensyariatkan al-wakalah karena manusia membutuhkannya.
2.
Al-Kafalah
Jaminan
yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban
pihak kedua atau yang ditanggung.
3.
Al-Hawalah
Penggalihan
utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
4.
Ar-Rahn
Menahan
salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas jaminan yang diterimanya.
5.
el-Qardh
Pemberian
harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali dengan kata
lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.[3]
- Prinsip- Prinsip Bank Kovensioanal
Pada bank
konvensional, prinsip yang digunakan adalah:
1. Bunga sudah ditentukan besarnya terlebih dahulu oleh bank tanpa
1. Bunga sudah ditentukan besarnya terlebih dahulu oleh bank tanpa
memperhitungkan apakah bank sedang
mendapatkan keuntungan atau
tidak.
2. Besarnya bunga adalah tetap, baik bank sedang rugi atau laba.
2. Besarnya bunga adalah tetap, baik bank sedang rugi atau laba.
Walaupun ekonomi sedang baik dan
bank sedang mendapatkan banyak laba,
akan tetapi tetap bunga yang diberikan kepada nasabah tidak bertambah.[4]
- Kedudukan bunga bank dalam Islam
Mayoritas
ulama mengatakan bahwa bunga bank adalah riba dan hukumnya haram.
Dan sebagian yang lain mengatakan bahwa bunga bank adalah bukan riba, maka
hukumnyapun tidak haram.
Mayoritas ulama berargumentasi bahwa bunga bank tidak berbeda dengan riba
hanya dalam bentuk dan tekhnis operasionalnya saja (dalil-dalilnya sama dengan
apa yang diungkapkan oleh MUI).
Adapun sebagian ulama yang mengatakan bahwa bunga bank bukan merupakan
riba berargumentasi dengan dalil-dalil secara globalnya sebagai berikut:
1. Bahwa bunga bank sifatnya fluktuatif dan ditentukan berdasarkan
keuntungan yang diperoleh secara standar dari neraca ekonomi sebuah negara.
Jadi bunga bank adalah sama dengan keuntungan dari sebuah perusahaan yang
membagikan keuntungan yang diperolehnya.
Pendapat tersebut jelas sekali tidak sesuai dengan realitanya, karena
bunga bank ditentukan bukan berdasarkan keuntungan standar yang dihasilkan oleh
ekonomi negara tapi ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya adalah tingkat
inflasi, cadangan devisa negara, strategi ekonomi, pertumbuhan ekonomi suatu
negara dan lainnya.
2. Bahwa bank adalah sebuah lembaga investasi yang mana mereka
menginvestasikan dana nasabahnya dalam bentuk-bentuk investasi yang
menguntungkan.
Jadi fungsi bank dalam hal ini
adalah sebagai mudharib (pengelola dana untuk di investasikan) dan bukan
sebagai broker atau mediator yang meminjamkan lagi dana nasabahnya kepada pihak
ketiga dengan sistem bunga. Bila fungsi bank sebagai mudharib/ patner of share
maka hal itu dibolehkan dalam fiqh Islam.
Melihat realita, fungsi bank lebih dominan kepada
mediator untuk meminjam kembali uang nasabahnya kepada pihak ketiga dengan rate
bunganya lebih tinggi dibandingkan yang diberikan kepada nasabahnya.
Dari uraian singkat di atas. Jelaslah bahwa bunga bank
dalam berbagai bentuknya baik rekening biasa, rekening berjangka, rekening
deposito dan instrument-instrument lainnya yang menggunakan bunga adalah haram.[5]
Untuk menentukan status hukum bermuamalah yang baik,
masih banyak terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama , di. antaranya:
a)
Abu Zahrah, guru besar pada
Fakultas Hukum Universitas Kairo, Abu A’la al-Maududi di Pakistan, Muhammad
Abdullah al-’Arabi dan Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa bunga bank itu (riba
nasiah) dilarang oleh Islam oleh sebab itu urnmat Islam tidak boleh bermuamalah
dengan bank yang memakai sistem bunga kecuali dalam keadaan darurat (terpaksa).
Di antara ulama tersebut, Yusuf Qardhawi tidak mengenal istilah “darurat atau
terpaksa” tetapi secara mutlak beliau menghararnkan.
b)
Mustafa Ahmad az-Zagra, guru besar
hukum Islam dan hukum perdata Universitas Syariah di Damaskus mengernukakan,
bahwa riba yang dihararnkan sepeiti riba yang berlaku pada masyarakat jahiliah,
yang menipakan pemerasan terhadap orang yang lemah (miskin), yang bersifat
konsurntif. Berbeda dengan yang bersifat produktif, tidak termasuk haram.
c)
A. Hasan (Persatuan Islam) berpendapat bahwa
bunga bank (rente), seperti yang berlaku di Indonesia, bukan riba yang
diharamkan karena tidak berlipat ganda sebagaimana yang dimaksud oleh firman
Allah dalam surat Ali lmran: 130.
d)
Majelis Tafjih Muhammadiah dalam
muktamaroya di Sidoarjo 1968 memutuskan bahwa bunga bank yang diberikan oleh
bank kepada para nasabahnya atau sebaliknya, termasuk syubhat atau
mutasyabihat, artinya belum jelas halal haramnya. Sesuai dengan petunjuk Hadis
Rasulullah kita harus berhati-hati dalam menghadapi hal-hal yang masih syubhat
itu. Dengan demikian kita boleh bermuamalah dengan bank apabila dalam keadaan
terpaksa saja.[6]
- Pola Operasional Bank Syariah
- Produk
Bank syariah tidak
memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja sama atas dasar
kemitraan, seperti prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal
(musyarakah), prinsip jual beli (murabahah), dan prinsip sewa (ijarah).
Sedangkan pada Bank konvensional terdapat deposito, pinjaman uang tunai
berbunga, dll.
- Tujuan
Prinsip laba bagi
Bank syariah bukan satu-satunya tujuan karena Bank syariah mengupayakan
bagaimana memanfaatkan sumber dana yang ada untuk membangun kesejahteraan
masyarakat (lagi pula, Bank syariah bekerja di bawah pengawasan dewan pengawas
syariah sesuai dengan Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34 Bab V Pasal
19, dan 20).
Demi terciptanya
kesejahteraan masyarakat di Indonesia, maka melalui UU No.7/1992 yang hanya
mengatur secara sepintas mengenai jenis dan usaha Bank, UU No.10/1998 telah
memfasilitasi peraturan bank syariah, namun belum mengatur ketentuan perbankan
syariah pada pasal-pasal khusus. Pada UU tesebut ketentuan bank syariah baru
diatur sebatas mendefinisikan pembiayaan
Berdasarkan prinsip
syariah dan jenis-jenis prinsip syariah yang digunakan pada perbankan. UU
tersebut juga mengubah masing-masing satu ayat pada pasal 6 dan 7 yang mengatur
tentang bagi hasil . Selain itu, sebagai payung hukum berdirinya Bank syariah
adalah UU Perbankan Syariah dalam pasal 55 diatur:
a)
Penyelesaian sengketa Perbankan
Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkup peradilan agama.
b)
Dalam hal para pihak telah
memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan akad. Dalam penjelasan pasal
55 tsb dijelaskan bahwa yg dimaksud dengan 'penyelesaian sengketa dilakukan
sesuai dengan akad adalah upaya sbb:
a.
Musyawarah.
b.
Mediasi
c.
Melalui basyarnas (badan
syariah Nasional)
d.
Melalui pengadilan dalam
lingkup peradilan agama.
Perbankan Syariah Dan UU
Terkait ;
1. UU No. 7/1992 & No. 10/ 1998 Tentang Perbankan
2. UU No. 23/ 1999 Tentang Bank Indonesia
3. UU No. 24/ 2004 Tentang Lembaga Penjamin
4. UU No. 3/ 2006 Tentang Perseorangan Terbatas
5. UU No. 40/ 2007 Tentang Perseroan Terbatas
6 .UU No. 38/ 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
7. UU No. 19/ 2008 Tentang SBSN
8 .UU & PP Perpajakan, Pertanahan, Pembiayaan dll
9. UU Perbankan Syariah.
1. UU No. 7/1992 & No. 10/ 1998 Tentang Perbankan
2. UU No. 23/ 1999 Tentang Bank Indonesia
3. UU No. 24/ 2004 Tentang Lembaga Penjamin
4. UU No. 3/ 2006 Tentang Perseorangan Terbatas
5. UU No. 40/ 2007 Tentang Perseroan Terbatas
6 .UU No. 38/ 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
7. UU No. 19/ 2008 Tentang SBSN
8 .UU & PP Perpajakan, Pertanahan, Pembiayaan dll
9. UU Perbankan Syariah.
- Kewajiban Mengelola Zakat
Bank syariah
diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat,
menghimpun, dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang
melekat pada Bank syariah untuk penggunaan dana-dana sosial (zakat. Infak,
sedekah).[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang memiliki misi dan
metodologi yang ekslusif, misi yang bukan sekedar ada pada jumlah nominal
investasi tapi juga mencakup pada jenis, objek dan tujuannya itu sendiri.
Prinsip-Prinsip dasar Bank Syariah adalah:
a)
Prinsip
Titipan atau Simpanan (Depository/ al-wadiah)
b)
Prinsip
Bagi Hasil (Profil Sharing)
c)
Jual
Beli (Sale and Purchase)
d)
Sewa
(perational lease and financial)
e)
Jasa
Pada bank konvensional, prinsip yang digunakan adalah:
1. Bunga sudah ditentukan besarnya terlebih dahulu oleh bank tanpa
1. Bunga sudah ditentukan besarnya terlebih dahulu oleh bank tanpa
memperhitungkan apakah bank sedang
mendapatkan keuntungan atau
tidak.
2. Besarnya bunga adalah tetap, baik bank sedang rugi atau laba.
2. Besarnya bunga adalah tetap, baik bank sedang rugi atau laba.
Walaupun ekonomi sedang baik dan bank
sedang mendapatkan banyak laba, akan
tetapi tetap bunga yang diberikan kepada nasabah tidak bertambah
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih terdapat
kekurangan-kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran
dari pembaca agar tulisan ini dapat disempurnakan.
[3]
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori Ke Praktik¸(Jakarta:
Gema Insani Press, 2002) hal: 85-134
[6] http://ainuamri.wordpress.com/2007/10/24/masalah-perbankan-renten-dan-fee-dalam-pandangan-islam/
[7] http://ainuamri.wordpress.com/2007/10/24/masalah-perbankan-renten-dan-fee-dalam-pandangan-islam/ diakses tanggal 10 Mei 2012
0 komentar:
Post a Comment